KATA PENGANTAR
Tiada
kata yang indah selain kata syukur kehadirat ALLAH Swt Tuhan semesta alam yang
tak henti-hentinya memberikan kenikmatan berupa kesehatan jiwa dan raga
sehingga kami kelompok V berhasil merampungkan penulisan makalah SEJARAH
POLITIK yang berjudul “TELAAH POLITIK ORDE LAMA DAN ORDE BARU”ini,tak lupa juga
kami haturkan salawat dan salam atas junjungan umat muslim sedunia Baginda
Rasullullah MUHAMMAD Saw yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju
alam penuh Ilmu dan iman.
Makalah
ini ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan tugas mata kuliah sejarah politik.
Adapun isi dari makalah ini adalah mengenai bagaimana tentang kondisi/kehidupan
politik di Indonesia pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Makalah ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan kita tentang politik indonesia masa orde lama dan
orde baru.
Dalam
penulisan makalah ini kami menyadari betul bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan olehnya itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Dan akhir kata semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua,amien.
Penulis
KELOMPOK VI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama hampir 57
tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada panggung sejarah perpolitikan
dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor, maupun cerita yang
berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat ekslusif dan Steriotipe.
Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas sejarah yang terjadi
dilekatkan suatu atribut demarkatif, seperti Orde Lama, Orde Baru Dan Kini Orde
Reformasi.
Karena
esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran yang bersifat
apologetik dan keliru bahwa masing-masing Orde merefleksikan tatanan
perpolitikan dan ketatanegaraan yang sama sekali berbeda dari Orde sebelumnya
dan tidak ada ikatan historis sama sekali
Orde Baru lahir
karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah diyakini sebagai sebuah
panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi
pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya
dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak sama.
Dari perspektif ini
maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan kebangsaan bagi
perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak memberikan
pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional, terutama melalui
konvergensi nilai-nilai sosial-budaya (Madjid,1998) Orde Reformasi sendiri
walaupun dapat dikatakan masih dalam proses pencarian bentuk, namun telah
menancapakan satu tekad yang berguna bagi penumbuhan nilai demokrasi dan
keadilan melalui upaya penegakan supremasi hukum dan HAM. Nilai-nilai tersebut
akan terus di Justifikasi dan diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
Dalam arti ini, apa
yang disuarakan Soekarno tentang ‘negara kebangsaan’ di tahun 1945 tidak
berbeda jauh dengan konsep ‘pembangunan bangsa’ yang digelorakan orde baru
hingga (orde) reformasi sekarang ini. Karena itu benar bahwa pembangunan yang
digiatkan dalam orde reformasi dan selama orde baru merupakan mata rantai dari
perjuangan menuju pintu gerbang kemerdekaan yang digelorakan Soekarno ketika
bersama para pemuda menyatakan kemerdekaan bangsa ini. Perjuangan menuju pintu
gerbang ini bertali temali dengan landasan persatuan yang ditonggaki Budi
Utomo. Seterusnya semangat Budi Utomo ini ditiupi oleh nafas yang ada dalam
dada para pahlawan yang menentang penjajah.
Masing-masing era,
kurun waktu, orde, karena itu, tidak terlepas satu sama lain dan saling
mengeksklusifkan. Setiap orde, kurun, waktu, masa itu kerap diterima sebagai
babak baru yang lahir sebagai reaksi sekaligus koreksi terhadap orde
sebelumnya. Semangat Budi Utomo digelorakan kembali oleh Soekarno melalui
proklamasi kemerdekaan dan orde lama. Berjalan di luar rel, orde lama kemudian
diganti dengan orde baru. Kendati banyak ketimpangan, harus diakui bahwa orde
lama merupakan anak zaman pada masanya.
Tesis politik yang
dicetuskan orde baru di awal kelahirannya sangat jelas, yakni demokratisasi
politik di samping perbaikan ekonomi. Tesis inilah yang meromantisasikan
perlawanan sosial menentang sistem politik yang tidak demokratis dan sistem
ekonomi yang hancur-hancuran di zaman orde lama. Gilang gemilang hasil
pembangunan orde baru memang sungguh menakjubkan. Masyarakat di bawah orde baru
telah berkembang sangat pesat. Namun harus diterima bahwa perkembangan itu
adalah perkembangan elitis dalam sistem politik yang tunggal dan monolitik.
Pilihan model pembangunan yang bercorak teknokratis yang secara sengaja
memperlemah kekuatan politik non negara untuk menghindari bargaining politik
kemudian melahirkan begitu banyak ketimpangan dalam orde baru. Karena itulah
ketika desakan arus bawah semakin kuat dan dengan didorong hasrat mau maju,
orde baru kemudian ditentang. Orde yang berjalan lebih dari tiga dasawarsa ini
kemudian tumbang dan lahirlah orde yang lebih lazim disebut sebagai (orde)
reformasi.
B. RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan
masalah yang hendak di uraikan dalam makalah ini adalah ;
a. Bagaimana
kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Bagaimana
kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Bagaimana
proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru ?
d. Bagaimana
proses terjadinya peristiwa G 30 S/PKI ?
e. Bagaimana
perbedaan kebijakan politik pada masa Orde Lama dan Orde Baru ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk ;
a. Mengetahui
kondisi politik indonesian pada masa Orde Lama ?
b. Mengetahui
kondisi politik pada masa demokrasi liberal dan parlementer ?
c. Mengetahui
proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE
LAMA (1950 – 1965 )
1. Demokrasi Liberal
(1950 – 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan
pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai
yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden hanya
bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur
pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada
kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Dalam sistem demokrasi ini,
partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai partisipasi yang
besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab
kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai
besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus
mendapat dudkungan mayoritas dalam parlemen (DPR pusat). Bila mayoritas dalam
parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus mengemblikan mandat kepada
presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk mengendalikan
pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan
sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang
menjalankan pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada
tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir. Sebagai formatur ditunjuk
Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai politik terbesar saat
itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis besar
sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan
pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan
perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan
organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal
Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan
dan ketertiban.
Dalam
menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari
tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa
daerah masih berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada
dalam kabinet tersebut. Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut
menyebabkan kedekatan antara presiden dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu
menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya, bahwa presiden
seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara
berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem
Demokrasi Liberal, presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada
masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang
dilakukan pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang
di lantik pada 20 Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan
konstituante (sidang pembuat UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas
untuk merumuskan UUD baru. Dalam badan konstituante sendiri, terdiri berbagai
macam partai, dengan dominasi partai-partai besar seperti NU,PKI,Masyumi dan
PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa lembaga tersebut
bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya ditengah
konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah
melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
Pada
pidatonya di Istana Merdeka pada 21 februari 1957 Ir.Soekarno mulai
memperkenalkan sebuah sistem baru untuk menggantikan sistem demokrasi liberal.
Inti pidatonya itu adalah Demokrasi terpimpin dan pembentukann Dewan Nasional.
Konsep tersebut menjadi pertentangan di DPR, karena tugas mengubah sistem
pemerintahan hanya dapat dialakukan oleh konstituante bukan presiden. Saat itu
presiden telah memandang konstituante gagal dalm merumuskan rancangan UUD
selama mereka bertugas setelah mereka diangkat sebagai hasil pemilu 1955.
Pada
22 qpril 1959, di depan sidang konstituante, presiden Soekarno menganjurkan
untuk kembali ke UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Menanggapi pernyataan presiden
tersebut, pada tanggal 30 Mei 1959 konstituante mengadakan pemungutan suara.
Hasilnya adalah mayoritas anggota konstituante menginginkan berlakunya kembali
UUD 1945 sebagai UUD negara RI. Namun jumlah suara tidak mencapai dua pertiga
dari anggota konstituante seperti yang di isyaratkan dalam pasal 137 UUDS 1950.
Kemudian pemungutan suara diulang kembali pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959,
tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak dapat mencapai dua pertiga dari
jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian konstituante mengadakan reses.
Setelah
pengumuman reses konstituante juga diikuti larangan melakukan segala bentuk
kegiatan terhadap partai-partai politik. Dalam kondisi seperti ini beberapa
tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarnoagar mendekritkan
berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante serta tidak
memberlakukannya lagi UUDS 1950. Karena itu tanggal 5 juli 1959 Presiden
Soekarno mengelurkan dekrit yang berisi :
a. Pembubaran Konstituante.
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan
berlakunya kembali UUD 1945.
c. Segera dibentuk MPRS dan DPRS.
2.Demokrasi
Terpimpin (1959 – 1965)
a. Sistem
politik Demokrasi Terpimpinat
Kekacauan
terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan oleh
begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika
diberlakukannya sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari
dari daerah dalam kurun waktu tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi
terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku presiden memperkenalkan konsep
kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi terpimpin. Tonggak
bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa
tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu hal
pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki
kewenangan yang terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan
negara. Sebaliknya, dalam sistem Demokrasi Terpimpin presiden memiliki
kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan
diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet
Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan
dengan pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana
menteri dan Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki
program khusus yang berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan
pembebasan Irian Barat. Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR
(pembentukan MPRS), pemebntukan DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan
dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN pertama. Pidato
Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudu”Penemuan
Kembali Revolusi Kita”dinamakan Manifestasi Politik Republik
Indonesia(Manipol),yang berintikan USDEK (UUD 1945,Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya
adalah mengitegrasikan sejumlah badan eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA,
Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebgai menteri dan ikut serta dalam
sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan kebijaksanaan
pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam
Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu
Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam
mempertahankan kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah
menjadikan jabatan tersebut sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya.
Presiden sebagai penentu kebijakan utama terhadap masalah-masalah dalam negeri
maupun luar negeri .
b. Gerakan 30 September 1965
Salah
satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah
Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai
saat ini masih menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang
sebenarnya. Berbagai versi tentang gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan
diantaranya ;
- Peristiwa G 30 S
versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan makar
yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta
tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa
Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep
Demokrasi Terpimpin. Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan
menyatukan sejumlah organisasi onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa
1948.
- Peristiwa G 30 S
versi Cornell Paper yang diterbitkan oleh R.O.G Anderson dan Ruth T.Mc. tulisan
ilmiah tersebut mengemukakan serangkaian bukti-bukti yang secara garis besar
menyangsikan fakta-fakta tentang G 30 S yang dikemukakan oleh pemerintah Orde
Baru. Secara garis besar Cornell Paper meragukan keterlibatan penuh Bung Karno
dan PKI dalam gerakan itu. Dan dalam Cornell Paper dinyatakan bahwa kudeta yang
sesungguhnya terjadi di wilayah Jawa Tengah terutama dalam tubuh kesatuan
Angkatan Darat Devisi Teritorial Diponegoro.
- Peristiwa G 30 S
versi Asvi Warman Adam, Ia adalah sejarahwan dari Universitas Indonesia yang
mengemukakan pendapatnya mengenai G 30 September. Pendapat tersebut dikemukakan
dalam rangka mengkritisi rencana penulisan kembali peristiwa G 30 S oleh
pemerintah. Menurutnya peritiwa G 30 S terdiri atas tiga bagian penting, yaitu
bagian pertama peristiwa G 30 S dengan segala versinya, bagian kedua
pembantaian , dan bagian ketiga pembuangan ke Pulau Buru.
Adapun
kronologi dari peristiwa G 30 S berawal dari adanya isu tentang Dewan Jenderal
yang mulai di lancarkan sampai akhirnya isu itu di perberat menjadi “dewan
jenderal akan mengadakan coup”. Bersamaan dengan membumbungnya tentang dewan
jenderal, tersiar pula adanya adanya Dokumen Gilchrist. Dalam dokumen itu (yang
kemudian ternyata palsu) antara lain disebutkan kata-kata “our local army friends”
yang kemudian dihubung-hubungkan dan diartiakan sama dengan dewan jenderal.
Dalam
sidang politbiro CC PKI tanggal 28 Agustus 1995, aidit antara lain menguraikan
masalahnya, yaitu siapa yang sebenarnya mengetahui lebih dahulu jika seandainya
presiden Ir. Soekarno sampai meninggal. Apabila Angkatan Darat mengetahui
terlebih dahulu mereka akan bertindak dan PKI pasti akan dimusnakan. Oleh
karena itu, persoalannya yaitu, lebih baik didahului atau mendahului. Aidit
lebih condong untuk mendahuluinya. Aidit juga menyebut-nyebut tentang tampilnya
seorang perwira menengah yang menentang Dewan Jenderal dan digolongkan sebagai
perwira yang berfikiran maju . orang ini rupanya Letnan Kolonel Untung,
komandan Batalyon Pengawal Pribadi(presiden) Resimen Cakrabirawa yang bakal
memainkan peranan penting bagi awal gerakan yang akan dilakukan oleh PKI dan
bermuara di Lubang Buaya.
Suasana
di Lubang Buaya menjelang malam hari kamis tanggal 30 oktober 1965 benar-benar
sibuk. Kesibukan itu karena berkumpulya berbagai pasukan bersenjata antara lain
terdiri dari anggota-anggota Brigif I Kodam V/Jaya, sukarelawan dan
sukarelawati yang berasal dari Pemuda Rakyat Dan Gerwani yang dinamakan
SUKTA ( Sukarelawan TAKARI ). Kesibukan bertambah dengan kedatangan
kompi-kompi Yon 45/Diponegoro, Yon 530/Brawijaya, dan Men Cakrabirawa yang
semuanya tergabung dalam divisi yang mereka namakan Devisi Ampera. Lewat tengah
malam memasuki tanggal 1 oktober 1965 dini hari,dikala orang sedang tidur
nyenyak, tepatnya pukul 03.30 dimulailah penculikan terhadap MayJend Haryono
MT, Deputy III/Men Pangad. Peristiwa ini terjadi dengan tembakan pasukan yang
berseragam Cakrabirawa. Mayjen Haryono dibawa lari dengan meninggalkan
bekas-bekas darah pada dinding kamar tidurnya dan dilantai.
Pukul
04.00 penculikan terhadap Jenderal A. H. Nasution, Menko Hankam/ KASAB.
Jenderal Nasution berhasil lolos, tetapi ajudannya di bawah gerombolan G 30 S
dan putri Jend Nasution mendapat luka-luka beratmendapat luka-luka berat
tembakan yang kemudian meninggal. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula
penculikan terhadap Dr.J.Leimena Waperdam II. Dr.J.Leimena lolos, tetapi
seorang penjaga anggota Brimob tewas. Pukul 04.25 penculikan terhadap
Men/Pangad LetJen Achmad Yani, terjadi dengan pelepasan tembakan dan
Letjen A.Yani diangkut dengan truk. Selanjutnya berturut-turut dilakukan
penculikan terhadap BrigJen D.I Pandjaitan, Ass.IV Men/Pangad, MayJen S.
Parman,Ass. I Men/Pangad, dan Brigjen Sutoyo, Inspektur Kehakiman Angkatan
Darat. Pada pukul 06.30 jaringan telepon dan gedung RRI dikuasai. Pada pukul
07.20 mereka mengeluarkan siaran melalui RRI pusat yang pada pokoknya
menyatakan bahwa G 30 S yang dikepalai oleh Kolonel Untung telah melekukan
penangkapan terhadap perwira tinggi yang mereka namakan Dewan Jenderal serta
menduduki alat-alat komunikasi dan objek-objek vital lainnya. Pada pukul 08.15
siaran ini diulang. Di markas Kostrad pada pukul 08.00 Pangkostrad Mayjen
Soeharto tlah mempelajari dan menelaah sesuatu. Dan pada pukul 10.30
Kostrad sudah dapat melakukan konsolidasi pasukan yang ada di Jakarta dan
penarikan pasukan yang digunakan G 30 S. Mayjen Soeharto pada pukul 18.00 hari
itu jiga menggerakan pasukan dua Yon 328/ Para Kujang menjaga di jalan depan
RRI dan sisanya dipersiapkan untuk gerakan ke Halim.
c. Dampak G 30 S dan
Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari peristiwa G 30 S
adalah :
- Demostrasi
menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap
para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam sidang Kabinet Dwikora
tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa tanda-tanda akan
dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera
menyelesaikan masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh
kesatuan aksi pemuda-pemuda dan pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI
dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh KABI,KAWI yang membulatkan tekad
dalam Front Pancasila.
- Mayjen
Soeharto menjadi Pangad
Sementara itu untuk mengisi kekosongan
pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965 Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen
Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD. Bersamakan itu diadakan
tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan ormasnya.
- Kedaan
ekonomi yang buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin
memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima, akibatnya masalah lain
terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak sosial yang pada
puncaknya menimbulakan pemberontakan.
- Tri
Tuntutan Rakyat
Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai
kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila tersebut berkumpul di
halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura yang isinya :
a. Pembubaran PKI dan
ormas-ormasnya.
b. Pembersihan kabinet
Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan harga
barang-barang.
Aksi
Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11
Maret 1966.
- Kabinet
seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden
Soekarno mengumumkan perubahan kabinet 9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi
nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan
politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai berikut ;
- Tanggal
16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima
Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk
menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan mengutuk G 30
S AD mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik bekerja sam dengan
KAMI dan KAPPI.
- Keberanian
KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD. Kesempatan
ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi pulihnya
kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal
yaitu M.Yusuf, Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden
guna menyampaikan tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya
lahirlah surat perintah 11 Maret
1966 .
- Pada
tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat
penugasan mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang
Supersemar.
- Pada
8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama
empat panglima angkatan bersenjata.
- Disaat
belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap Nawaksara
dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari
1967 DPR-GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang
Istimewa dilaksanakan.
- Tanggal
10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
- Pada
tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan
untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan
presiden berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada
pemegang Supersemar sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden
kemudian meminta waktu untuk mempelajarinya.
- Pada
tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan
presiden, presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena
tidak menyetujui pernyataan yang isinya berhalangan.
- Pada
tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan
konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
- Pada
tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah
diadakan sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata
menjaga dan menegakkan revolusi.
- Pada
tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden
/Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan
kekuasaan pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
- Pada
bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan
pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto
sebagai pejabat presiden RI.
B. ORDE
BARU
1. Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30
September timbullah reaksi dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan
kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI, NU,
Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel kebulatan
tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta
ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk
Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada
tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) “Bubarkan
PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan
harga-harga”
Pada tanggal 24 Februari 1966, Presiden
Soekarno mengadakan perubahan terhadap kabinet DWIKORA. Perubahan kabinet yang
dijuluki kabinet 100 menteri itu menimbulkan kemarahan rakyat, terutama
mahasiswa, karena susunan menteri-menteri masih terdapat tokoh-tokoh yang
terlibat dalam G 30 S. Pada saat pelantikan kabinet dwikora ini, demonstrasi
meledak. Pada saat demonstrasi inilah Arief Rachman Hakim tertembak dan gugur.
Gugurnya Arief Rachman Hakim ini membuat situasi semakin panas dengan gerakan
massa yang dipelopori oleh mahasiswa semakin hebat, yang pada akhirnya
dilkeluarkan Supersemar sekaligus menjadi titik awal munculnya kepemimpinan
Orde Baru. Sejak Supersemar dilaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara
ditata kembali sesuai dengan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
2. Kebijakan Politik
Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan
penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu. Kebijakan politik yang
diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde Baru.
Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya,
merupakan salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat.
Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan
tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai
yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955. Dari hasil
pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360 kursi ditambah 100 kursi
lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota DPR berjumlah
460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu mendukung
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya tahun
1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai
politik yang ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun
1975 . Partai Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam
seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia
adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya
Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
Kebijakan Politik lain dalam bidang
politik adalah penggunan asas tunggal yaitu pancasila dalam sidang organisasi.
Yaitu berupa pemasyarakatan P4 dengan tujuan untuk membentuk pemahaman yang sam
mengenai Demokrasi.
Ada banyak peran yang diamainnkan oleh
kalangan ilmuwan sosial di sini. Sebagaian memilih terlibat dalam operasi
ketertiban yang dilanvarkan militer sebagai interogator tahanan politik,
sementara ahli psikologi yang bekerja sama dengan Universitas Leiden membuat
klasiofikasi para tahanan yang akan menentukan nasib mereka selanjutnya. Ahli
komunikasi Alwi Dahlan dan Hidayat Mukmin sementara itu terlibat dalm operasi
penerangan Kopkamtib akhir 1968 yang antara lain bertugas “menyebarluaskan
pengertian dikalangan masyarakat mengenai bahaya laten dari Gerakan 30
September maupun golongan ekstrim dan subversif”. Dan sebagian lagi yang
lainnya membentuk kelompok studi atau Think-think seperti Centre For
Strategic and Internasional Studies ( CSSI ) .
Selain menata politik dalam negeri
pemerintahan Orde Baru juga menata politik luar negeri Indonesia yaitu
kembalinya Indonesia dalam keanggotaan PBB pada tanggal 28 Desember 1974s serta
mengadakan normalisasi hubungan dengan Malaysia.
3. Menguatnya Peran
Negara dan Dampaknya
Pemegang
pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang
digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir
pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pemerintah
menurut UUD seharusnya memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh lapisan
masyarakat untuk turut memanfaatkan kekayaab alam tersebut. Namun pengaruh
negara yang sangat kuat menyebabkan hanya segelincir orang yang menikmati
kesempatan itu. Umumya negara memberikan kesempatan kroni atau golongan etnis
yang dapat menguntunkan secara timbal balik.
Saat
Jenderal Soeharto menguasai pemerintahan sepenuhnya tahun 1967, para para ahli
ini mulai menduduki posisi penting dalam kabinet. Selama lebih dari tiga dasawarsa
masa pemerintahan Orde Baru prakti semua ruang publik dikontrol dan diawasi
penuh oleh negara secara ketat, rakyat dilarang berpolitik, mendirikan
organisasi politik, apalagi menjadi oposisi terhadap pemerintah, semuamya demi
menjaga stabilitas keamanan dan jalannya pembangunan. Negara demokrasi yang
menjadi kesepakatan bersama menuju cita-cita rakyat tidak lebih hanya slogan
kosong. Pemerintah sebagai pengemban amanah rakyat dalam praktiknya
justru menjadi penguasa bagi rakyat. Tidak heran jika kemudian selam rezim Orde
Baru negara begitu berkuasa dan nyaris tanpa kontrol dari rakyat hingga terjadi
sangat banyak praktik pelenggaran HAM di stiap daerah mulai dari Aceh hingga
Papua.
Sebagaimana
rezim-rezim otoriter pada umumnya, selam pemerintahan Orde Baru negar telah
berhasil dengan berbagai cara membentuk sikap dan keperibadian masyarakat
hingga tunduk dan patuh kepada negara. Akan halnya Aceh, daerah yang sepanjang
sejarahnya selalu diwarnai dengan pergolakan yang banyak menumpahkan darah,
negara begitu perkasa menindas rakyat. Penerapan DOM ( Daerah Operasi Militer )
selama hampir satu dasawarsa sejak 1989-1998 adalah contoh dimana rakyat tidak
berdaya terhadap kebijakan refresif negara.
Baru pada akhir tahu 90-an dengan
runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan
bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer
mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun
terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka
dapat tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk
ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari
tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama, untuk
merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis,
ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah,
mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha
eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada
tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer
tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya Pemerintahan
Orde Baru.
Pemerintah
Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap
tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat,
berbangsa, dan bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar
mundur dari jabatannya atau yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
- Adanya
krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia
mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan
kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP
begitupun PDI ataupun Golkar dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi
politik masyarakat.
- Adanya
krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya
krisis ini jyga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang
merasakan dampak yang paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi
perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN, dan monopoli ekonomi mewarnai
pembangunan ekonomi Indonesia.
- Adanya
krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin
meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan
kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai
menuntut reformasi mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan
kelompok.
- Pelaksanaan
hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik
kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada
kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi
jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto
sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 – 11
Maret 1998, ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya
pemulihan kondisi ekonomi bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan
gelombang aksi mahasiswa silih berganti menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Pada
saat tuntutan gerakan reformasi oleh mahasiswa mencapai puncaknya, aksi mereka
menimbulkan bentrok dengan pihak aparat keamanan hingga terjadi peristiwa
tragis yaitu tragedi trisakti. Peristiwa penembakan terhadap massa mahasiswa di
Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 mengakibatkan tewasnya 4 orang
mahasiswa Trisakti dan puluhan korban luka parah. Keempat mahasiswa itu adalah
Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan. Pada
tanggal 13- 14 Maret 1998 terjadi kerusuhan dua hari berturut-turut sebagai buntutu
dari peristiwa berdarah trisakti. Pasca peristiwa Trisakti dan kerusuhan massa
memicu gerakan mahasiswa yang berpusat di Jakarta yang mulai melancarkan aksi
yang lebih besar. Mereka mengarahkan perhatian utama kepada wakil-wakil rakyat
di DPR/MPR RI. Mahasiswapun berdatangan ke gedung DPR/MPR untuk menuntut supaya
segera diadakan sidang istimewa MPR dan pencabutan mandat MPR kepada presiden
Soeharto. Sejak 18 mei 1998, kelompok –kelompok mahasiswa dari berbagai
universitas berdatangan untuk menduduki gedung DPR/MPR RI. Kuatnya tuntutan
Mahasiswab pada tanggal 20 Mei 1998 pimpinan DPR berdasarkan hasil kosultasi
memutuskan agara segera menggelar SI MPR jika presiden tidak menggundurkan
diri. Dan pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.15 pagi di Istana Merdeka Jakarta,
Presiden Soeharto menyatakan barhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan dan 3 minggu
masa kekuasaannya sebagai presiden RI dan berakhirlah masa Orde Baru dan
lahirlah Orde Reformasi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Sejarah panjang mengenai dinamika
politik pada masa orde lama di Indonesia yang berhubungan dengan praktek
politik berdasar demokrasi muncul semenjak dikelurkannya Maklumat Wakil
Presiden No.X, 3 November 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai
politik. Perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi parlementer
dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan
sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan
pemerintah yang nyata dimiliki oleh Perdana Menteri, kabinet dan parlemen.
Kegiatan partisipasi politik di masa itu berjalan dengan hingar bingar,
terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan berbagai ideologi
dan nilai-nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat. Namun,
demikian, masa itu ditandai oleh terlokalisasinya proses politik dan formulasi
kebijakan pada segelintir elit politik semata, hal tersebut ditunjukan pada
rentang 1945-1959 ditandai dengan adanya tersentralisasinya kekuasaan pada
tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari
proses politik.
Namun pada akhirnya masa tersebut
mengalami kehancuran setelah adanya perpecahan antar-elit dan antar-partai
politik di satu sisi dan pada sisi yang lain adalah karena penentangan dari
Soekarno dan Militer terhadap distribusi kekuasaan yang ada, terlebih Bung
Karno sangat tidak menyukai jika dirinya hanya dijadikan Presiden simbolik.
Perpecahan yang terjadi diantara partai politik yang diperparah oleh konflik
tersembunyi antara kekuatan partai dengan Bung Karno dan Militer, serta adanya
ketidakmampuan sistem cabinet dalam merealisasikan program-programnya dan
mengatasi potensi perpecahan regional, telah membuat periode revolusi dan
demokrasi parlementer oleh krisis integrasi dan stabilitas yang parah. Pada
keadaan inilah Bung Karno memanfaatkan situasi dan pihak militer untuk
menggeser tatanan pemerintahan ke arah demokrasi terpimpin pun ada di depan
mata. Dengan adanya Konsepsi Presiden tahun 1957, direalisasikannya nasionalisasi
ekonomi, dan berlakunya UU darurat, maka pintu ke arah Demokrasi terpimpin pun
dapat diwujudkan seperti apa yang telah dia idam-idamkan. Mengenai
demokrasi terpimpin yang sudah di depan mata Bung Karno. Jelas
permasalahan dari demokrasi terpimpin sendiri kita ketahui adalah berubahnya
peta distribusi kekuasaan. Kekuasaan yang semula terbagi dalam sistem
parlementer berubah menjadi kekuasaan yang terpusat (sentralistik) pada tangan
Bung Karno, dan secara signifikan diimbangi oleh peran dan kekuasaan PKI dan
Angkatan Darat. Dan akhirnya menjadi blunder bagi Bung Karno sendiri dengan
adanya peristiwa pemberontakan PKI tanggal 30 september 1965 dalam
kepemerintahannya. Setelah itu terjadi penyerahan kekuasaan dari Orde Lama ke
Orde Baru.
Keruntuhan Orde Lama dan
kelahiran Orde Baru di penghujung tahun 1960-an menandai tumbuhnya harapan akan
perbaikan keadaan sosial, ekonomi dan politik. Dalam kerangka ini, banyak
kalangan berharap akan terjadinya akselerasi pembangunan politik ke arah
demokrasi. Salah satu harapan dominan yang berkembang saat itu adalah
bergesernya power relationship antara negara dan masyarakat. Harapan akan
tumbuhnya demokrasi tersebut adalah harapan yang memiliki dasar argumen empirik
yang memadai diantaranya adalah berbeda dengan demokrasi terpimpin Bung Karno
yang lahir sebagai produk rekayasa elit, orde baru lahir karena adanya gerakan
massa yang berasal dari arus keinginan arus bawah, kemudian rekrutmen elit
politik di tingkat nasional yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada saat
pembentukannya memperlihatkan adanya kesejajaran. Dalam artian, mengenai
kebijakan politik yang ada tidak lagi diserahkan pada peran politis dan
ideology, melainkan pada para teknokrat yang ahli. Sejalan dengan dasar empirik
sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde
Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI.
Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam
militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui
ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu
lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang
Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan
ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan
dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR
yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca
reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat
itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B. SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di
Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang
telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat
ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk
kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang
demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada
pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi
sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas
birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin
dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam
mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa
Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan
buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan
pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2005. Sejarah
Untuk SMA kelas XII Program Ilmu Sosial Dan Bahasa. Klaten : Cempaka Putih.
Tim Penyusun, MGMP.
2008. Sejarah Nasional Indonesia Dan Dunia untuk Kelas XII SMA Program IPS. Malili
: Raodah Foto Copy.
http
;//www.wikipedia.org/sejarah indonesia//